Rabu, 28 September 2016

HAJI DAN UMROH DALAM ISLAM

Pengertian Haji dan Umrah

Pengertian haji menurut bahasa (etimologi) adalah pergi ke Baitullah (Kakbah) untuk melaksanakan ibadah yang telah ditetapkan atau ditentukan Allah swt.
Pengertian haji secara istilah (terminologi) adalah pergi beribadah ke tanah suci (Mekah), melakukan tawaf, sa’i, dan wukuf di Padang Arafah serta melaksanakan semua ketentuan-ketentuan haji di bulan Zulhijah.
Pengertian umrah menurut bahasa (etimologi) yaitu diambil dari kata “i’tamara” yang artinya berkunjung. Di dalam syariat, umrah artinya adalah berkunjung ke Baitullah (Masjidil Haram) dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dengan memenuhi syarat tertentu yang waktunya tidak ditentukan seperti halnya haji.

Hukum Haji dan Umrah

Hukum melaksanakan haji adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu, sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ali Imran Ayat 97.yang artinya.
Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (di antaranya) maqam Ibrahin, barang siapa
memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 97).
Sebagai ulama berpendapat bahwa umrah hukumnya mutahabah artinya baik untuk dilakukan dan tidak diwajibkan. Hadis Nabi Muhammad saw. menyatakan sebagai berikut.
Artinya: Haji adalah fardu sedangkan umrah adalah “tatawwu.” (A1 Hadis)
Tatawwu maksudnya ialah tidak diwajibkan, tetapi baik dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan melakukannya lebih utama daripada meninggalkannya karena tatawwu mempunyai ganjaran pahala.

Syarat, Rukun, Wajib, serta Sunah Haji dan Umrah

Syarat Haji

Syarat wajib haji adalah mampu (kuasa), Islam, berakal, balig, merdeka, ada bekal, dan aman
dalam perjalanan.

Rukun Haji

Rukun haji adalah sebagai berikut.
Ihram
Ihram yaitu berniat untuk mulai mengerjakan ibadah haji dengan memakai kain putih yang tidak dijahit. Ibadah ini dimulai setelah sampai di miqat (batas-batas yang telah ditetapkan).
Miqat ini dibagi dua yaitu:
  1. miqat zamani, yakni batas yang telah ditentukan berdasarkan waktu. Mulai bulan Syawal sampai terbit fajar tanggal 10 Zulhijah. Maksudnya, hanya pada masa itulah ibadah haji bisa dilaksanakan.
  2. miqat makani yakni, batas yang telah ditetapkan berdasarkan tempat. Miqat makani dibagi
    ke dalam beberapa temjat yaitu sebagai berikut.
    • Bagi orang yang bermukim di Mekah, niat ihram dihitung sejak keluar dari Mekah.
    • Bagi orang yang berasal dari Madinah dan sekitarnya, niat ihram dimulai sejak mereka sampai di Dzulhulaifah (Bir Ali).
    • Bagi orang dari Syam, Mesir, dan arah barat, memulai ihram mereka ketika sampai di Juhfah.
    • Bagi orang yang datang dari Yaman dan Hijaz, ihram dimulai setelah mereka sampai di bukit Qarnul Manazil.
    • Bagi orang dari India, Indonesia, dan negara yang searah memulai ihram setelah mereka berada di bukit Yalamlam.
    • Bagi orang yang datang dari arah Irak dan yang searah dengannya, ihram dimulai dari Dzatu Irqin.
Wukuf di Arafah
Wukuf di Arafah adalah berhenti di Padang Arafah sejak tergelintirnya matahari tanggal 9 Zulhijah sampai terbit fajar pada tanggal 10 Zulhijah.
Tawaf Ifadah
Tawaf ifadah adalah mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali dengan syarat sebagai berikut.
1) Suci dari hadas dan najis baik badan maupun pakaian.
2) Menutup aurat.
3) Kakbah berada di sebelah kiri orang yang mengelilinginya.
4) Memulai tawaf dari arah hajar aswad (batu hitam) yang terletak di salah satu pojok di luar Kakbah.
Macam-macam tawaf itu sendiri ada lima macam yaitu seperti berikut ini.
a) Tawaf qudum adalah tawaf yang dilakukan ketika baru sampai di Mekah
b) Tawaf ifadah adalah tawaf yang menjadi rukun haji
c) Tawaf sunah adalah tawaf yang dilakukan semata-mata mencari rida Allah.
d) Tawaf nazar adalah tawaf yang dilakukan untuk memenuhi nazar.
e) Tawaf wada adalah tawaf yang dilakukan sebelum meninggalkan kota Mekah
Sa’i
Sa’i adalah lari-lari kecil atau jalan cepat antara Safa dan Marwa (keterangan lihat QS Al Baqarah: 158). Syarat-syarat sa’i adalah sebagai berikut.
1) Dimulai dari bukit Safa dan berakhir di bukit Marwa.
2) Dilakukan sebanyak tujuh kali.
3) Melakukan sa’i setelah tawaf qudum.
Tahalul
Tahalul adalah mencukur atau menggunting rambut sedikitnya tiga helai. Pihak yang mengatakan bercukur sebagai rukun haji, beralasan karena tidak dapat diganti dengan penyembelihan.
Tertib.
Tertib maksudnya adalah menjalankan rukun haji secara berurutan.

Wajib Haji

Wajib haji ada tujuh macam, yakni sebagai berikut.
a. Ihram mulai dari miqat.
b. Bermalam di Muzdalifah pada malam hari raya haji.
c. Melempar Jumratul Aqabah.
d. Melempar tiga jumrah yakni.
1. jumrah ula,
2. jumrah wusta, dan
3. jumrah aqabah.
Melempar jumrah ini dilakukan setiap hari pada tanggal 11, 12, dan 13 bulan Zulhijah dan waktunya setelah tergelincir matahari. Masing-masing jumrah dilempar sebanyak 7 (tujuh) kali dengan batu kecil.
e. Bermalam di Mina.
f. Tawaf wada.
g. Menjauhkan diri dari larangan atau perbuatan yang diharamkan dalam ihram dan umrah yaitu sebagai berikut.
1. Bagi pria dilarang memakai pakaian berjahit.
2. Menutup kepala bagi pria dan menutup muka bagi wanita
3. Memotong kuku.
4. Membunuh hewan buruan.
5. Memakai wangi-wangian.
6. Hubungan suami isteri (bersetubuh)
7. Mengadakan aqad nikah (kawin atau mengawinkan).
8. Memotong rambut atau bulu badan yang lain.

Sunah Haji

Adapun sunah haji ada enam perkara, yakni sebagai berikut.
1. Cara mengerjakan haji dan umrah. Terdapat tiga macam sunah mengerjakan haji dan umrah yaitu sebagai berikut.
  • Ifrad : melakukan haji lebih dahulu, kemudian barn umrah.
  • Tamattu : mendahulukan umrah, kemudian haji.
  • Qiran : ibadah haji dan umrah dilakukan secara bersama-sama.
2. Membaca talbiyah selama dalam ihram sampai melempar jumrah aqabah pada Hari Raya Haji. (Idul Adha).
3. Berdoa setelah membaca talbiyah.
4. Berzikir sewaktu tawaf.
5. Salat dua rakaat sesudah tawaf.
6. Masuk ke Kakbah (Baitullah).
Adapun rukun dan wajib umrah lebih sedikit daripada haji, yakni sebagai berikut.

1. Rukun Umrah

a. Ihram disertai niat.
b. Tawaf atau mengelilingi Kakbah.
c. Sa’i lari-lari kecil antara Safa dan Marwa.
d. Bercukur atau memotong rambut minimal tiga helai.

2. Wajib Umrah

a. Ihram dari miqat yang terbagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut.
1) Miqat zamani (batas waktu) yakni dapat dilakukan sewaktu-waktu.
2) Miqat makani (batas mulai ihram) seperti halnya haji.
b. Menjaga diri dari larangan-larangan ihram yang jumlahnya sama dengan larangan haji.


e. Bermalam di Mina.
f. Tawaf wada.
g. Menjauhkan diri dari larangan atau perbuatan yang diharamkan dalam ihram dan umrah yaitu sebagai berikut.
1. Bagi pria dilarang memakai pakaian berjahit.
2. Menutup kepala bagi pria dan menutup muka bagi wanita
3. Memotong kuku.
4. Membunuh hewan buruan.
5. Memakai wangi-wangian.
6. Hubungan suami isteri (bersetubuh)
7. Mengadakan aqad nikah (kawin atau mengawinkan).
8. Memotong rambut atau bulu badan yang lain.

Sunah Haji

Adapun sunah haji ada enam perkara, yakni sebagai berikut.
1. Cara mengerjakan haji dan umrah. Terdapat tiga macam sunah mengerjakan haji dan umrah yaitu sebagai berikut.
  • Ifrad : melakukan haji lebih dahulu, kemudian barn umrah.
  • Tamattu : mendahulukan umrah, kemudian haji.
  • Qiran : ibadah haji dan umrah dilakukan secara bersama-sama.
2. Membaca talbiyah selama dalam ihram sampai melempar jumrah aqabah pada Hari Raya Haji. (Idul Adha).
3. Berdoa setelah membaca talbiyah.
4. Berzikir sewaktu tawaf.
5. Salat dua rakaat sesudah tawaf.
6. Masuk ke Kakbah (Baitullah).
Adapun rukun dan wajib umrah lebih sedikit daripada haji, yakni sebagai berikut.

1. Rukun Umrah

a. Ihram disertai niat.
b. Tawaf atau mengelilingi Kakbah.
c. Sa’i lari-lari kecil antara Safa dan Marwa.
d. Bercukur atau memotong rambut minimal tiga helai.

2. Wajib Umrah

a. Ihram dari miqat yang terbagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut.
1) Miqat zamani (batas waktu) yakni dapat dilakukan sewaktu-waktu.
2) Miqat makani (batas mulai ihram) seperti halnya haji.
b. Menjaga diri dari larangan-larangan ihram yang jumlahnya sama dengan larangan haji.

HIKMAH HAJI

  1. Menghapuskan dosa dan membersihkan jiwa.
  2. Mendapat keampunan dan ganjaran daripada Allah.
  3. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
  4. Memahami dan mengayati sejarah kecemerlangan Islam dengan mendalam.
  5. Melahirkan rasa syukur atas nikmat harta dan kesihatan yang diberikan Allah.
  6. Menimbulkan rasa keinsafan di dalam hati kerana ketika mengerjakan haji, kerana semua hamba Allah itu sama saja keadaannya dan tanggungan beban sama ada yang kaya, miskin, raja atau rakyat biasa.

BERPUASA DALAM ISLAM

PUASA DALAM ISLAM

Fiqh Shiyam (Puasa) adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum Islam berkaitan dengan Shiyam (Puasa). Fiqh Shiyam penting untuk kita pelajari agar ibadah puasa kita mendapat pahala dan mendapat sasaran yang diinginkan yaitu meningkatkan kualitas iman serta taqwa berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah

DEFINISI PUASA
  1. Menurut bahasa, Puasa adalah MENAHAN sesuatu, baik makanan, minuman, kata-kata atau gerakan.
  2. Menurut istilah, Puasa adalah MENAHAN DIRI dari hal-hal yang membatalkan puasa baik dari makan, minum, hubungan suami istri; dengan disertai niat; mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

PERINTAH WAJIBNYA PUASA
Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (QS Al-Baqarah: 183)
“Bulan Ramadhan bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil) maka barangsiapa mendapatkannya hendaklah ia puasa.” (QS Al-Baqarah: 185)

KEDUDUKAN NIAT DALAM PUASA
  1. Niat menurut bahasa adalah KEHENDAK
  2. Niat menurut istilah adalah berkehendak menjalankan sesuatu untuk beribadah kepada Allah SWT
  3. Kedudukan niat
Niat wajib dilakukan dari malam hari dalam puasa fardhu dan tidak wajib dalam puasa sunnah. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.” (HR Abu Dawud, Tirmdzi)
Tentang puasa sunnah, Aisyah ra meriwayatkan: “Pada suatu hari Rasulullah SAW masuk ke rumahku, beliau berkata: “Adakah engkau memiliki sesuatu (makanan)? “Saya berkata: “Tidak, ya Rasulullah.” Maka beliau berkata: “Jika demikian saya berpuasa.” (HR Muslim)

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa apabila dilanggar oleh orang yang berpuasa, yaitu:
  1. Masuknya benda cair atau padat ke dalam perut, baik itu lewat mulut, telinga, hidung, dan kemaluan.
  2. Keluarnya air mani dengan sengaja.
  3. Muntah yang disengaja.
  4. Makan, minum, atau jima’ walaupun dalam keadaan dipaksa.
  5. Makan, minum, atau jima’, karena mengira bahwa waktu berbuka telah tiba, yang kemudian terbukti bahwa waktu berbuka belum tiba.
  6. Tidak berniat puasa.
  7. Haid dan nifas walau di akhir waktu.
  8. Murtad

YANG MEMBATALKAN PAHALA PUASA
Disamping hal-hal yang membatalkan puasa tersebut di atas, ada beberapa hal lain yang apabila dilanggar, pahala puasa akan menjadi gugur, jadi puasa yang dilakukan hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja, sementara pahala besar yang dijanjikan Allah SWT sama sekali tidak bisa diraih. Diantara hal-hal yang membatalkan pahala puasa tersebut bisa dilihat dalam beberapa hadist Rasulullah SAW berikut:
“Banyak orang puasa yang tidak dapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar. Dan banyak orang shalat malam tidak mendapat apa-apa dari shalatnya kecuali begadang.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah)

“Barangsiapa tidak meninggalkan kata-kata dusta (dalam berpuasa) dan tetap melakukannya, maka Allah SWT tidak butuh ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Bukhari)
“Puasa bukanlah hanya meninggalkan makan dan minum, akan tetapi yang dimaksud puasa adalah menghindarkan diri dari kata-kata yang tidak berguna dan dusta. Maka jika ada orang yang mencelamu atau usil kepadamu, katakanlah saya sedang puasa, saya sedang puasa.” (HR Ibnu Majah, Ibnu Hiban, Hakim)

KERINGANAN-KERINGANAN YANG DIBERIKAN ALLAH SWT DALAM PUASA

a. MAKAN DAN MINUM KARENA LUPA
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa lupa sedang ia dalam keadaan puasa, maka ia makan atau minum, hendaklah ia menyempurnakan puasanya, sebab Allah SWT telah member kepadanya makan dan minum.” (HR Bukhari-Muslim)

b. ORANG HAMIL DAN MENYUSUI
Orang hamil dan menyusui jika mereka mengkhawatirkan anak yang dikandungnya atau diri mereka, maka mereka boleh berbuka, sebab hukum mereka sebagaimana hukum orang sakit. Hadist Rasulullah SAW : “Allah SWT melepaskan untuk orang musafir berpuasa dan separuh dari shalatnya dan untuk orang hamil dan menyusui puasanya.” (HR.Al-Khamsah)
Masalah yang diperselisihkan adalah tentang qadha dan membayar fidyah:
  • Imam Syafi’i dan Ahmad berpendapat, jika yang ia khawatirkan adalah anaknya saja maka wajib baginya qadha dan membayar fidyah. Jika yang ia khawatirkan adalah dirinya atau diri dan anaknya, maka cukup baginya mengqadha puasa.
  • Imam Abu Hanafiah berpendapat, yang wajib bagi mereka hanyalah mengqadha saja.
  • Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, mereka berpendapat bahwa “Jika yang dikhawatirkan adalah diri dan anak mereka maka mereka cukup membayar fidyah saja.” (HR.Abu Dawud, Daruquthni, Malik dan Baihaki)

c. HAID DAN NIFAS
Wanita yang sedang haid dan nifas, wajib bagi mereka berbuka kemudian mengqadhanya di hari lain, walau haid itu datangnya menjelang waktu maghrib. Diriwayatkan dari Aisyah ra beliau berkata: “Kami mengalami haid di zaman Rasulullah SAW, kemudian kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.”

d. ORANG SAKIT
Sakit apakah yang diperbolehkan berbuka ? Jumhur ulama mengatakan : sakit yang membahayakan jiwa atau menambah cidera atau dikhawatirkan memperlambat kesembuhan. Alasan mereka adalah:
Firman Allah SWT : “Allah SWT menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesusahan bagimu “ (Q.S.Al Baqarah 184)

e. LANJUT USIA
Bagi orang yang berusia lanjut dan tidak mampu berpuasa, maka cukup baginya untuk memberi makan setiap hari 1 orang miskin, berdasarkan pandangan Imam Bukhari dan Ibnu Abbas dalam memahami ayat: “Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, maka ia membayar fidyahnya yaitu memberi makan satu orang miskin.” (QS: AlBaqarah 184)

JANJI-JANJI ALLAH SWT BAGI ORANG-ORANG YANG BERPUASA

Dengan rahmat dan kasih sayangNya, Allah SWT mendorong kita untuk berbuat baik dan beribadah dengan sungguh-sungguh, Allah SWT memberikan janji-janji yang sangat menggiurkan bagi orang-orang yang beriman. Diantara janji-janji tersebut adalah:
Tiada seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah, kecuali Allah SWT akan menjauhkan dia di hari itu tujuh puluh tahun dari neraka.” (HR.Bukhari-Muslim)
Setiap amal anak Adam akan dilipatgandakan, setiap kebaikan sepuluh kalilipat hingga tujuh ratus kali lipat. Allah SWT berfirman, kecuali puasa ia adalah untukKu, Akulah yang akan membalasnya, ia tinggalkan nafsunya, makannya, karena Aku.” (HR.Bukhari)
Barangsiapa puasa di Bulan Ramadhan, ia tahu larangan-larangannya, ia juga menjaga apa yang harus dijaga, akan dihapuskan semua dosanya yang telah lalu.(HR.Ibnu Hibban)
Barang siapa puasa karena iman dan mengharap pahala dari Allah SWT, ia akan diampuni semua dosanya yang telah lalu.(HR.Bukhari Muslim)
Sesungguhnya di surga itu ada sebuah pintu yang disebut “Rayyan”, akan masuk dari pintu ini di hari kiamat semua orang yang puasa, dan tidak yang lain. Jika mereka telah masuk, pintu akan ditutup, dan tidak akan masuk kedalamannya seorangpun. (HR.Bukhari-Muslim)

ANCAMAN BAGI ORANG-ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN

Rasulullah SAW bersabda bahwa puasa merupakan identitas bagi kaum Muslimin. Puasalah yang membedakan antara kita dan orang-orang kafir. Puasa juga tidak bisa digantikan pahalanya dengan puasa yang lain walupun dengan puasa seumur hidup sekalipun. Berikut ini adalah beberapa peringatan yang diberikan oleh Rasulullah SAW.
Barangsiapa berbuka sehari di Bulan Ramadhan tanpa adanya rukhsoh(keringanan) yang diinginkan Allah SWT kepadanya, puasa itu tidak akan bisa diganti dengan puasa satu tahun walaupun ia puasa terus menerus.” (HR.Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Tali (pengikat) Islam dan tiang-tiang agama ada tiga, diatasnya Islam didirikan. Barangsiapa meninggalkan satu diantaranya, ia telah kafir dan halal darahnya. Tiga itu adalah, dua kalimah syahadat,shalat fardhu dan puasa Ramadhan.” (HR.Abu Ya’la,Dailami, disahkan Adz Dzahabi)

LAILATUL QADAR DI BULAN RAMADHAN

Lailatul Qadar adalah malam yang paling mulia, dia adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Mayoritas ulama mengatakan bahwa Lailatul Qadar diturunkan oleh Allah SWT pada bulan Ramadhan di malam ganjil pada sepuluh (10) malam terakhir. Berikut ini adalah beberapa nash tentang Lailatul Qadar tersebut:
“Sesungguhnya kami telah menurunkan Al Quran pada malam Lailatul Qadar. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu ?  Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikatJibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala sesuatu. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS.Al Qadar 1-5)
Barangsiapa yang shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala dari Allah SWT, akan diampuni dosa yang telah lalu.(HR.Bukhari)

AMALAN-AMALAN SUNNAH DALAM RAMADHAN

Disamping ibadah wajib Puasa Ramadhan, kita juga sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah sunnah. Sebab nilai ibadah sunnah di bulan Ramadhan bagaikan ibadah wajib dalam bulan-bulan lain. Diantara ibadah sunnah yang dianjurkan adalah :

a. SIKAP KEDERMAWANAN
Hadist Rasulullah SAW: Rasulullah yang sangat dermawan dan beliau lebih dermawan lagi ketika beliau berada di Bulan Ramadhan, ketika beliau bertemu dengan Jibril. Dan beliau bertemu dengan Jibril tiap malam di Bulan Ramadhan untuk mengulang-ulang Al Quran kepadanya. Rasulullah SAW lebih dermawan dengan kebaikan dari angin yang sedang berhembus.(HR.Bukhari)

b. MAKAN SAHUR
Makan sahur adalah makan yang diberkahi Allah SWT, jadi kita disunnahkan untuk makan sahur. Disamping itu, makan sahur yang paling baik adalah makan sahur yang diakhirkan. Rasulullah SAW bersabda: Bersahurlah sesungguhnya di dalam sahur itu ada barokah.” (HR.Bukhari-Muslim)
Makan sahur adalah makan yang penuh dengan berkah,jadi kita disunnahkan untuk makan sahur walaupun dengan seteguk air.

c. MEMPERBANYAK DO’A
Hadist Rasulullah SAW: Tiga orang yang do’anya tidak ditolak oleh Allah SWT, orang puasa hingga berbuka,imam yang adil dan orang yang teraniaya.(HR.Tirmidzi)

d. CEPAT BERBUKA JIKA WAKTUNYA SUDAH TIBA
Hadist rasulullah SAW: Orang-orang muslim selalu dalam kebaikan, selagi mereka cepat-cepat berbuka.” (HR.Bukhari)

e. BERSUNGGUH-SUNGGUH DALAM BERIBADAH PADA SEPULUH MALAM YANG TERAKHIR
Rasulullah SAW jika telah masuk hari sepuluh yang terakhir di Bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malamnya (dengan banyak beribadah), membangunkan keluarganya, mengencangkan ikat pinggangnya.(HR Bukhari Muslim)

f. MENAHAN DIRI DARI HAL-HAL YANG MERUSAK PAHALA PUASA
Puasa yang bisa meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan adalah puasa yang dilakukan dengan benar dan menjaga rambu-rambunya. Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa puasa bulan Ramdhan, ia tahu larangan-larangannya, ia jaga apa yang harus dijaga, akan dihapuskan semua dosanya yang telah lalu.(HR Ibnu Hibban)

g. I’TIKAF
Hadist Rasulullah SAW: Aisyah ra berkata Rasulullah beritikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari Bulan Ramadhan hingga ia meninggal dunia. Kemudian istri-istri beliau juga beri’tikaf setelah wafatnya.(HR Bukhari Muslim)

h. MEMPERBANYAK MEMBACA AL QURAN DAN HADIST RASULULLAH SAW
Puasa dan Al Quran, keduanya akan memberi syafaat di hari Kiamat. Puasa berkata ya Allah SWT aku telah mencegahnya dari makan dan nafsunya siang hari, maka berikan syafaatku padanya. Al Quran berkata, aku telah mencegah tidur di malam hari, berikanlah syafaatku kepadanya. Maka diterimalah syafaat keduanya.(HR.Ahmad)

MENGQADHA PUASA
Haruskah mengqadha puasa Ramadhan itu dengan berturut-turut? Pendapat yang paling kuat membolehkan tidak berturut-turut. Dengan dalil firman Allah SWT : “Maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari-hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS AlBaqarah: 184)
Adapun orang yang meninggal dunia dan ia mempunyai tanggungan puasa maka walinya yang mengqadha puasa itu. Hadist Rasulullah SAW : “Barang siapa meninggal dunia dan ia mempunyai tanggungan puasa maka walinya yang berpuasa untuknya.

PUASA BAGI ORANG MUSAFIR
Berbuka bagi orang musafir/bepergian merupakan rukhsoh/keringanan yang diberikan Allah SWT.Allah SWT berfirman : “Barangsiapa siapa yang sakit atau bepergian, maka dihitung (puasanya) pada hari yang lain.” (QS Al-Baqarah: 185)
Mana yang lebih utama berbuka atau puasa bagi mereka? Imam Syafi’i, Malik, dan Abu Hanifah menyatakan bahwa puasa adalah lebih baik apabila mereka mampu (tidak dirasa memberatkan) mereka berhujjah dengan firman Allah SWT: “Dan puasa lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 184)
Akan tetapi jika mereka tidak mampu maka berbuka adalah lebih baik baginya. Allah SWT berfirman : “Allah SWT menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS Al-Baqarah: 185)
Adapun jarak safar yang diperbolehkan untuk berbuka, Imam Syafi’i,Ahmad dan Imam Malik berpendapat bahwa batas paling dekat dimana seorang musafir diperbolehkan berbuka adalah 48 mil atau 84 km.

MENCIUM ISTRI SAAT BERPUASA
Mencium istri disaat berpuasa boleh bagi yang mampu mengendalikan nafsunya. Riwayat dari Aisyah ra: “Rasulullah SAW mencium padahal beliau berpuasa, beliau menyentuk padahal berpuasa akan tetapi Rasulullah SAW orang yang paling bisa mengendalikan nafsunya.” (HR Bukhari-Muslim)

HUBUNGAN SUAMI ISTRI DI SIANG HARI SAAT BULAN RAMADHAN
Barangsiapa yang melakukan hubungan suami istri di siang hari pada Bulan Ramadhan, maka puasanya batal dan ia wajib membayar denda dengan urut seperti berikut ini: memerdekakan budak, apabila tidak mampu maka wajib berpuasa dua bulan berturut-turut. Dan apabila tidak mampu, ia wajib memberi makan 60 orang miskin. Sebagaimana hadist Abu Hurairah ra yang artinya:
“Ketika kami duduk di samping Nabi Muhammad SAW datanglah seorang lelaki seraya berkata: Wahai Rasulullah saya telah binasa! Nabi bersabda: “Apa yang membinasakanmu? Ia menjawab, saya telah menggauli istri saya padahal saya dalam keadaan berpuasa”. Nabi bersabda: Apakah kamu mampu memerdekakan budak? Ia menjawab: tidak! Nabi berkata: Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: tidak! Nabi berkata: Apakah kamu mampu memberi makan 60 orang miskin? Ia menjawab: tidak! Lalu ia duduk. Kemudian datanglah satu orang yang membawa wadah berisi kurma untuk Nabi. Maka Nabi bersabda shodaqohkanlah ini. Ia menjawab: Apakah kepada orang yang lebih miskin dari saya? Karena tidak ada dua batu hitamnya rumah ini yang butuh dari saya. Maka Nabi kemudian tertawa dan berkata pergilah dan berikan kepada keluargamu.” (HR Bukhari-Muslim)

JENIS PUASA SUNNAH DI LUAR PUASA RAMADHAN
a. Puasa Hari Arafah (9 Dzulhijjah) bagi orang yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Sabda Rasulullah SAW: “Puasa Arafah menghapus dosa satu tahun, tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa Muharram menghapus dosa satu tahun yang lalu. (HR Muslim)
b. Puasa 10 Muharram sebagaimana hadist di atas.
c. Puasa enam hari di Bulan Syawal
Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa puasa di bulan Ramadhan dan diikuti puasa enam hari di bulan syawal maka ia bagaikan puasa satu tahun.” (HR Muslim)
d. Puasa pada Bulan Sya’ban
Hadist Rasulullah SAW: “Tidak pernah saya melihat Rasulullah puasa satu bulan kecuali bulan puasa, dan tidak pernah saya melihat beliau memperbanyak puasa satu bulan, selain Bulan Sya’ban.” (HR Bukhari-Muslim)
e. Puasa bulan purnama, 3 hari setiap bulan Hijriah yaitu tanggal 13, 14, dan 15
Hadist Rasulullah SAW: “Rasulullah menyuruh kami untuk berpuasa tiap bulan tiga hari saat terang bulan yaitu tanggal 13, 14, dan 15. Beliau berkata ia adalah seperti puasa satu tahun. (HR Nasai)
f. Puasa Dawud yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka
Hadist Rasulullah SAW: “Puasa yang paling disenangi Allah SWT adalah puasa Dawud, shalat yang disenangi Allah SWT adalah shalat Dawud, beliau tidur separuh malam, bangun sepertiganya, dan tidur lagi seperenamnya, beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR Bukhari-Muslim)
g. Puasa Hari Senin dan Hari Kamis
Hadist Rasulullah SAW: “Rasulullah SAW memperbanyak puasa pada Hari Senin dan Hari Kamis, kemudian beliau berkata, sesungguhnya amal-amal itu dilaporkan setiap Hari Senin dan Hari Kamis, maka Allah SWT akan mengampuni setiap muslim atau mu’min kecuali mereka yang saling memutuskan tali persaudaraan, maka Allah SWT berkata, akhirkan mereka. (HR Ahmad)

PUASA BAGI ORANG YANG BELUM MAMPU MENIKAH
Hadist Rasulullah SAW:
“Barangsiapa telah mempunyai bekal maka kawinlah, karena kawin itu lebih menjaga pandangan dan kemaluan. Tapi jika belum mampu maka puasalah karena ia adalah obatnya.”(HR Bukhari)

PUASA-PUASA YANG DILARANG
a. Puasa hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha)
“Ada dua hari Rasulullah SAW telah melarang puasa pada keduanya, hari raya Idul Fitri dan hari raya yang lain dimana engkau memakan hewan sembelihannya. (HR Bukhari-Muslim)

b. Puasa sunnah tanpa seizin suami
Seorang istri tidak diperbolehkan puasa sunnah ketika suaminya berada di rumah tanpa seizing suami tersebut. Hadist Rasulullah SAW: “Janganlah seorang perempuan berpuasa sedangkan suaminya berada di rumah.” (HR Bukhari)

c. Hari Tasyrik
“Bahwasanya Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Hudzaifah berkeliling di Mina untuk mengumumkan agar tidak puasa pada hari ini, sebab ia adalah hari-hari untuk makan, minum, dan dikir kepada Allah SWT.

d. Hanya mengkhususkan Hari Jum’at
Larangan di sini hanya larangan makruh, kecuali jika hari itu bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan, atau karena ada sunnah yang lain. Hadist Rasulullah SAW: “Janganlah puasa pada Hari Jum’at kecuali didahului dengan puasa sebelumnya atau ditambah sehari sesudahnya.” (HR Bukhari)

e. Hari yang diragukan
Hadist Rasulullah SAW: “Janganlah sekali-kali di antara kamu mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali jika seseorang itu telah terbiasa di hari itu maka puasalah pada hari itu.” (HR Bukhari-Muslim)

f. Puasa Dahri (puasa tiap hari tanpa berbuka)
Hadist Rasulullah SAW: “Tidak dinamakan puasa orang yang berpuasa terus menerus.” (HR Bukhari)

DO’A BERBUKA PUASA
Urutan yang tepat untuk do’a ketika berbuka adalah:
  1. Membaca basmalah sebelum makan kurma atau minum (berbuka).
  2. Mulai berbuka
  3. Membaca do’a berbuka: Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu…dst.
Ibnu Umar ra mengatakan, jika RasulullahSAW buka puasa, beliau membaca:
Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu wa Tsabata-l Ajru, Insyaa Allah
“Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah, dan telah diraih pahala, insya Allah.” (HR Abu Daud, Ad-Daruquthni, Al-Bazzar, dan Al-Baihaqi. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Albani)

KAPAN DO’A INI DIUCAPKAN
Dilihat dari arti do’a di atas, dzahir menunjukkan bahwa do’a ini dibaca setelah orang yang berpuasa itu berbuka. Syiakh Ibnu Utsaimin menegaskan:
“Hanya saja, terdapat do’a dari Nabi SAW, jika do’a ini shahih, bahwa do’a ini dibaca setelah berbuka. Yaitu do’a: Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu…dst. do’a ini tidak dibaca kecuali setelah selesai berbuka.”

ANJURAN MEMPERBANYAK DO’A KETIKA BERBUKA PUASA
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak: Pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai dia berbuka, dan do’a orang yang didzalimi, Allah angkat di atas awan pada hari kiamat.” (HR At-Tirmidzi, Thabrani).
Hadis di atas menunjukkan anjuran bagi orang yang sedang puasa untuk memperbanyak berdo’a sebelum dia berbuka. Sebagian ulama menegaskan bahwa hadis ini tidak ada hubungannya dengan berdo’a ketika berbuka. Karena teks hadis ini bersifat umum, bahwa orang yang sedang berpuasa memiliki peluang dikabulkan do’anya di setiap waktu dan setiap kesempatan, sebelum dia berbuka.
Abdullah bin Amr bin Ash ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki do’a yang tidak akan ditolak ketika berbuka.” (HR Ibnu Majah, Al-Hakim, Ibnu Sunni, dan At-Thayalisi)
Do’a-do’a kebaikan selayaknya dibaca sebelum memulai berbuka. Karena ketika belum berbuka, seseorang masih dalam kondisi puasa, dan bahkan di puncak puasa, sehingga dia lebih dekat dengan Allah Ta’ala.

DO’A APA YANG BISA DIBACA KETIKA HENDAK (MENJELANG) BERBUKA
Do’a yang berkaitan dengan kehidupan dunia maupun di akhirat. Karena waktu menjelang berbuka adalah waktu yang mustajab. Ibnu Abi Mulaikah (salah seorang tabiin), beliau menceritakan: Aku mendengar Abdullah bin Amr ketika berbuka membaca do’a:
Allahumma Inni As-Aluka bi Rahmatika Al-Latii Wasi’at Kulla Syai-in An Taghfira Lii
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu, agar Engkau mengampuniku.” (HR Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)

IBADAH DALAM ISLAM

PENGERTIAN IBADAH 

oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

A. Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]

Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).

B. Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar

Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]

 وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ
“Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah: 165]

 إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’: 90]

Sebagian Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq [3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy [5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.”

C. Syarat Diterimanya Ibadah

Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” [6]

Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
a. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]

Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah.”
Sebagaimana Allah berfirman:

كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًافَمَن

“Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]
Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.

Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.[7]
Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?”
Jawabnya adalah sebagai berikut:
1. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ
“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar: 2]
2. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.
3. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita [8]. Maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan).
4. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.
D. Keutamaan Ibadah
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya dicela.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu’min: 60]
Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.
Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi.
Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.
Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya.
Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.[9]
Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya kepada Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja.
Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih keridhaan Allah l, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.

PENTINGNYA KEJUJURAN DALAM ISLAM

1. PENGERTIAN KEJUJURAN

Dalam bahasa Arab, Jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur  adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai dengan kenyataan. Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang.
Keadilan adalah kata jadian dari kata “adil” yang terambil dari bahasa  Arab  عدل” ” Kamus-kamus  bahasa  Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti “sama”.Persamaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal  yang bersifat imaterial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan: 
 (1) tidak berat sebelah/tidak memihak,
 (2) berpihak   kepada  kebenaran,  dan 
 (3)  sepatutnya/tidak sewenang-wenang.


Keadilan yang dibicarakan dan dituntut oleh Al-Quran amat beragam, tidak hanya pada proses penetapan hukum atau terhadap pihak  yang berselisih, melainkan Al-Quran juga menuntut keadilan terhadap diri sendiri, baik ketika berucap, menulis, atau bersikap batin

2. Pembagian Sifat Jujur Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (shiddiq) sebagai berikut. Arti dan Makna Kejujuran dalam Islam Jujur dalam niat atau berkehendak maksudnya adalah tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain karena dorongan dari Allah Swt. Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan berita yang disampaikan. Setiap orang harus bisa memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali kata-kata yang jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji juga termasuk jujur jenis ini. Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh-sungguh sehingga perbuatan akhirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya. Kejujuran merupakan pondasi utama atas tegaknya nilai-nilai kebenaran karena jujur itu identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman dala al-Qur'an yang Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzāb/33:70) Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya (jujur) karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. ash-¤aff/61:2-3)

Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/09/arti-dan-makna-kejujuran-dalam-islam.html
2. Pembagian Sifat Jujur Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (shiddiq) sebagai berikut. Arti dan Makna Kejujuran dalam Islam Jujur dalam niat atau berkehendak maksudnya adalah tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain karena dorongan dari Allah Swt. Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan berita yang disampaikan. Setiap orang harus bisa memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali kata-kata yang jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji juga termasuk jujur jenis ini. Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh-sungguh sehingga perbuatan akhirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya. Kejujuran merupakan pondasi utama atas tegaknya nilai-nilai kebenaran karena jujur itu identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman dala al-Qur'an yang Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzāb/33:70) Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya (jujur) karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. ash-¤aff/61:2-3)

Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/09/arti-dan-makna-kejujuran-dalam-islam.html
 Dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad Rasulullah SAW bersabda:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا أَبُو الأَسْوَدِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَجْتَمِعُ الإِيمَانُ وَالْكُفْرُ فِى قَلْبِ امْرِئٍ وَلاَ يَجْتَمِعُ الصِدْقُ وَالْكَذِبُ جَمِيعاً وَلاَ تَجْتَمِعُ الْخِيَانَةُ وَالأَمَانَةُ جَمِيعاً »

Telah menceritakan kepadaku Abdullah telah menceritakan kepadaku Ayahku telah menceritakan kepadaku Hasan bin Musa telah menceritakan kepadaku Abu Aswad dari Abdullah bin Rafi’dari Abi Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: tidak bisa berkumpul dalam hati seseorang iman dan kufur dan tidak bisa berkumpul bersama-sama sifat jujur dan sifat bohong dan tidak bisa berkumpul bersama-sama safat khianat dan amanah. 


 Sebab-sebab manusia berbuat kejujuran 
1. Mempunyai akal, karena dengan akal manusia bisa mengetahui manfaat dari kejujuran dan bahaya dari kebohongan, sehingga ia berbuat jujur.
2. Memiliki agama, karena agama memerintahkan pemeluknya untuk berkat jujur dan melarang berkata bohong.
3. Memiliki sifat muru’ah, orang yang memiliki sifat muru’ah tidak suka berkata bohong, tetapi ia lebih suka berkata jujur.

Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.

Dalam ayat ini Allah menunjukkan kepada orang-orang yang beriman jalan menuju kebaikan dan menghindarkan mereka dari jalan kesesatan.

Imam Abu Ja’far menafsiri ayat ini sebagai berikut, bahwasanya Allah menyeru kepada orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya untuk bertakwa (mendekatnya diri kepadaNya dan menjauhi laranganNya). Hendaklah kamu semua didunia termasuk orang-orang yang taat kepada Allah dan di akhirat bersama orang-orang yang benar, yakni bersama-sama orang-orang yang membenarkan Allah dan beriman kepadaNya.

Dalam kitab shohih al-Bukhori, terdapat hadits yang menerangkan tentang kejujuran.


حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِى وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا ، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا »

Telah berkata kepadaku Usman bin Abi Syaibah, telah berkata kepadaku Jarir dari Mansur dari Abi Wail dari Abdillah r.a. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya kejujuran (kebenaran) itu akan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan membawa kesurga. Dan seseorang yang jujur itu akan ditulis (ditetapkan) disisi Allah sebagai seorang yang benar. Dan sesungguhnya berbohong akan membawa kepada dosa (kejahatan) dan dosa itu akan membawa pelakunnya ke neraka. Sesungguhnya seseorang yang berbohong akan ditetapkan disisi Allah sebagai pembohong.

Hadis diatas menjelaskan tentang kejujuran yang menunjukkan jalan kebaikan yaitu berbuat amal sholeh dengsn ikhlas dan jauh dari celaan manusia dan kebaikan itu menunjukkan jalan kesurga. Dan jika seseorang itu berbuat jujur pada setiap perkara dan sifat jujur itu telah melekat padanya maka ia tergolong orang-orang yang shiddiq dan ditetapkan pahalanya.

Imam ghazali menggambarkan adanya para nabi seperti Ibrahim, Ismail, dan Idris yang diterangkan dalam al-Qur’an sebagai orang-orang yang berkata benar. Orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir tentunya akan mengamalkan sifat jujur tersebut, karena perbuatan jujur akan menunjukkan kepada kehidupan yang lebih baik, baik di dunia maupun di akhirat. Dan meninggalkan kebohongan yang akan menjerumuskannya ke perbuatan dosa dan neraka. 


Peranan Penting dalam Mengembangkan Nilai Kejujuran
     Mengembangkan nilai kejujuran pada anak, orang tua sangat berperan penting. Orang tua dan guru adalah orang yang paling dekat dan paling mempengaruhi pertumbuhan anak.


Karena (tingginya) kedudukan perbuatan jujur di sisi Allah, juga dalam pandangan Islam serta dalam pandangan orang-orang beradab dan juga karena akibat-akibatnya yang baik, serta bahaya perbuatan bohong dan mendustakan kebenaran; Diambil dari Al Qur’an, Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sejarah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, sejarah dan kenyataan hidup orang-orang jujur dari kalangan shahabat Rasulullah. Dan hanya kepada Allah, saya memohon agar menolong dan memberikan taufiq kepada saya dalam menyampaikan nasihat dan penjelasan kepada kaum muslimin semampu saya. Dan saya memohon kepada Allah, agar Ia menjadikan kita orang-orang jujur yang bertekad memegang teguh kejujuran, serta menjadikan kita termasuk orang orang yang cinta kebenaran, mengikutinya serta mengimaninya. Karena keagungan nilai dan kedudukan perbuatan jujur di sisi Allah dan di sisi kaum muslimin, Allah menyifatkan diriNya dengan kejujuran (benar-pent). Allah berfirman.

قُلْ صَدَقَ اللهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَاكَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
"Katakanlah:"Benarlah (apa yang difirmankan) Allah." Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik". [Ali Imran :95]     Menurut Kelly (2003/2005), orang tua harus mendorong dan mendukung anak untuk berkata jujur, dan tidak meminta anak untuk berkata tidak jujur demi kepentingan orang tua. Selain itu, orang tua juga tidak boleh memanggil anaknya dengan sebutan pembohong karena akan membuat anak bertumbuh menjadi pembohong.

anak, tetapi orang tua menasehati anak bahwa kebohongan itu tidak baik.

Hubungan Kejujuran dengan Kepercayaan
     Kejujuran sangat berkaitan dengan kepercayaan. Dalam hubungan apapun, kejujuran dan kepercayaan sulit bahkan tidak bisa dipisahkan. Sebuah kejujuran dapat menimbulkan rasa kepercayaan, demikian pula kepercayaan biasanya lahir dari adanya kejujuran. Oleh karena itu, hendaknya para orang tua sudah menanamkan nilai kejujuran pada anak sejak usia dini untuk menciptakan hubungan keluarga yang harmonis dan membuat anak bertumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq” yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna: (1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan; (3) ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan. Dalam bahasa Indonesia, jujur merupakan kata dasar dari kejujuran, menurut jenis katanya, jujur merupakan kata sifat sedangkan kejujuran merupakan kata benda. Menurut KBBI, kata "jujur" berarti lurus hati; tidak berbohong (misal dengan berkata apa adanya); 2 tidak curang (misal dalam permainan, dng mengikuti aturan yg berlaku): mereka itulah orang-orang yg jujur dan disegani; 3 tulus; ikhlas; Sedangkan "kejujuran" berarti sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati): ia meragukan kejujuran anak muda itu.

Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/09/arti-dan-makna-kejujuran-dalam-islam.html
Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq” yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna: (1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan; (3) ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan. Dalam bahasa Indonesia, jujur merupakan kata dasar dari kejujuran, menurut jenis katanya, jujur merupakan kata sifat sedangkan kejujuran merupakan kata benda. Menurut KBBI, kata "jujur" berarti lurus hati; tidak berbohong (misal dengan berkata apa adanya); 2 tidak curang (misal dalam permainan, dng mengikuti aturan yg berlaku): mereka itulah orang-orang yg jujur dan disegani; 3 tulus; ikhlas; Sedangkan "kejujuran" berarti sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati): ia meragukan kejujuran anak muda itu.

Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/09/arti-dan-makna-kejujuran-dalam-islam.html
Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq” yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna: (1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan; (3) ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan.

Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/09/arti-dan-makna-kejujuran-dalam-islam.html Dalam bahasa Arab, Jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur  adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai dengan kenyataan[1]. Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang.[2]
Keadilan adalah kata jadian dari kata “adil” yang terambil dari bahasa  Arab  عدل” ” Kamus-kamus  bahasa  Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti “sama”.Persamaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal  yang bersifat imaterial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan: (1) tidak berat sebelah/tidak memihak, (2) berpihak   kepada  kebenaran,  dan  (3)  sepatutnya/tidak sewenang-wenang.[3]
Keadilan yang dibicarakan dan dituntut oleh Al-Quran amat beragam, tidak hanya pada proses penetapan hukum atau terhadap pihak  yang berselisih, melainkan Al-Quran juga menuntut keadilan terhadap diri sendiri, baik ketika berucap, menulis, atau bersikap batin.[4]Al An’am 152:

PERILAKU TERPUJI DAN PERILAKU TERCELA

1. PERILAKU TERPUJI

Perilaku terpuji adalah perbuatan yang baik dilakukan seseorang kepada orang lain karena memberikan dampak yang positif kepada orang lain, sehingga patut dicontoh dan diamalkan pada keseharian kita. Sedangkan perbuatan yang tidak terpuji adalah perbuatan yang tidak baik kita lakukan kepada orang lain karena memberikan efek yang negatif kepada orang lain, sehingga sangat tidak layak untuk ditiru dan diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pengertian Sikap Terpuji.
  • Akhlak terpuji ialah sikap atau perilaku baik dari segi ucapan atau perbuatan yang sesuai dangan tuntunan ajaran Islam dan norma aturan yang berlaku.
  • Akhlak terpuji adalah akhlak yang baik, diwujudkan dalam bentuk sikap, ucapan dan perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran islam. Akhlak terpuji yang ditujukan kepada Allah SWT berupa ibadah, dan kepada Rasulullah SAW dengan mengikuti ajaran-ajarannya, serta kepada sesama manusia dengan selalu bersikap baik kepada sesama. (AQIDAH AKHLAQ Ahmad Abid Al-Arif )
  • Akhlak terpuji adalah akhlak yang meningkatkan derajat seseorang di sisi Allah SWT dan juga dalam pandangan manusia.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan akhlak terpuji adalah sikap atau perbuatan seorang muslim baik dari segi ucapan ataupun perbuatan yang tidak melanggar dari apa yang telah dicontohkan Rasulullah SAW dan ajaran-ajaran islam.

Contoh-Contoh Sikap Terpuji 

 1. Amanah (dapat dipercaya)
Amanah merupakan salah satu sifat terpuji yang di miliki oleh rasulullah SAW yang harus di contoh oleh kita selaku umatnya. Sifat dapat dipercaya artinya menyampaikan amanat kepada orang yang berhak menerimanya tanpa di lebih-lebihkan atau di kurangi.

2. Shidiq (benar)
Shidiq juga merupakan salah satu sifat terpuji yang dimiliki Rasulullah SAW. Dalam kehidupan sehari-hari shidiq dapat diartikan jujur. Seorang muslim harus bersikap jujur dalam setiap ucapan atau perbuatan, karena kejujuran merupakan salah satu kunci dari kesuksesan.

3. Adil
Adil adalah memberikan setiap hak kepada pemiliknya tanpa pilih sasih atau membeda-bedakan.(Prof.DR. Ahmad Tafsir)

Sebagai muslim yang bijak, apabila ia mempunyai posisi sebagai pemimpin, maka hendaklah ia bersikap adil dan harus berupaya sekuat tenaga untuk selalu menegakkan keadilan.

4. Memaafkan
Kita sebagai seorang muslim harus menyadari bahwa siapa pun sebagai manusia pasti mengalami kesalahan dan kekhilafan. Untuk itu, dalam menjalani kehidupan sehari-hari hendaknya kita selalu memiliki jiwa yang lapang dan berhati besar sehingga mudah memaafkan kesalahan-kesalahan yang di perbuat oleh orang lain.

5.Tolong-Menolong
Tiada ada manusia yang dapat hidup berdiri sendiri, tanpa memerlukan bantuan orang lain walaupun setinggi apapun jabatan yang dimilikinya dan sekaya apapun harta yang dipunyainya. Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti membutuhkan pertolongan orang lain. Oleh karena itu islam sangat menganjurkan kepada umatnya agar saling tolong-menolong dengan sesama, baik berupa materi, tenaga atau pikiran.

6.Kerja Keras
Di dunia ini tidak ada kesuksesan tanpa adanya usaha, tidak ada yang bersifat bim salabim, hanya dengan membalikan telapak tangan, melaikan semuanya harus melalui proses sebab akibat dan itu merupakan sunnatullah. Kesuksesan dapat diraih dengan cara berusaha dan bekerja keras. Karna sesungguhnya Allah menyukai hambanya yang mau bersungguh-sungguh dalam mengerjakan segala amal kebaikan.

7.Islah
Yang dimaksud islakh di sini adalah usaha mendamaikan antara dua orang atau lebih yang bertengkar atau bermusuhan, atau mendamaikan dari hal-hal yang dapat menimbulkan peperangan dan permusuhan.

Islam diturunkan oleh Allah sebagai rahmat (kedamaian) bagi seluruh alam. Untuk itu siapa pun insan yang mengaku sebagai muslim harus selalu berusaha memancarkan rahmat, yang di antaranya dapat berupa mendamaikan seorang manusia yang sedang bertikai atau bermusuhan. karena dengan perdamaian itu akan lahir kesadaran. Dengan kesadaran ia akan mengakui segala kekhilafan dan kealpaan.

8.Silaturrahim
Istilah silaturrahim tersusun dari kata sillah (menyambung) dan rahimi (tali persaudaraan). Adapun maksudnya adalah usaha untuk menyambung, mengikat, dan menjalin kasih sayang atau tali persaudaraan antara sesama manusia, terutama dangan sanak keluarga (kerabat). Manusia pertama di alam semeata ini adalah Nabi Adam As dan Siti Hawa. Untuk itu semua manusia di muka bumi ini pada hakekatnya adalah saudara. Maka dari itu kita sebagai umat islam, marilah kita jalin silaturrahim agar terciptanya tali persaudaraan antar sesama muslim.


2. PERILAKU TERCELA / SIKAP TERCELA

Pengertian sikap tercela

Sikap Tercela atau Akhlaqul Madzmumah dapat juga disebut dangan istilah akhlaqus sayyi’ah, artinya sikap dan prilaku yang dilarang oleh allah SWT atau tidak sesuai dangan syari’at yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Untuk itu sikap dan prilaku semacam ini harus di tinggalkan oleh siapa pun yang ingin menjadi umat Nabi Muhammad SAW.
Perilaku tercela adalah suatu perbuatan yang hukumnya haram bagi yang melakukan perbuatan itu (perbuatan tercela) karena dapat merusak hubunganya dengan Rabbinya maupun sesama manusia.

Perbuatan semacam ini, semestinya kita selaku ummat Nabi Muhammad SAW tidak melakukanya karena prilaku ini tidak pernah di contohkan Rasulullah SAW sebagai Nabi kita dan sekalian sebagai tauladan dalam hidup kita.

Jadi, yang dimaksud dangan prilaku tercela itu adalah sikap dan perbuatan seorang muslim yang tidak sesuai dengan norma-norma dalam ajaran islam, baik dari segi ucapan atau perbuatannya.

Contoh-contoh sikap tercela
Di dalam kehidupan ini banyak sekali kita menjumpai perilaku tercela yang dapat merusak akhlak dan kepribadian diri seseorang dan juga merugikan orang lain, diantaranya:

1.Ghibah
Ghibah menurut bahasa artinya umpat atau pergunjingan. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan ghibah adalah menyebut atau memperkatakan perihal seseorang ketika seseorang itu tidak hadir dan ia tidak menyukai atau membencinya, seandainya perkataan tersebut sampai kepadanya. (Ridwan Asy-syirbaani: Membentuk Pribadi Lebih Islam)

2.Riya
Riya secara bahasa artinya menampakan atau memperlihatkan. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan riya adalah menampakan atau memperlihatkan amal perbuatan supaya mendapatkan pujian dari orang lain. Riya ini dapat disebut syirik ashghar (syirik kecil), karena menunjukkan atau mencari sesuatu bukan kepada Allah SWT.

3. Ujub
Yang dimaksud dengan ujub adalah perasan bangga yang berlebih-lebihan atas segala kemampuan dan kekayaan yang dimilikinya serta merasa bahwa semua itu semata-mata prestasi dari hasil kerja keras yang telah dilakukannya. (Ridwan Asy-syirbaani: Membentuk Pribadi Lebih Islam)

4.Takabur
Takabur secara bahasa artinya membesarkan diri atau menganggap dirinya lebih dibandingkan dengan orang lain. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan takabur adalah suatu sikap mental yang menganggap rendah orang lain sementara ia menganggap tinggi dan mulia terhadap dirinya sendiri. (Ridwan Asy-syirbaani: Membentuk Pribadi Lebih Islam)

5. Namimah
Menurut bahasa namimah artinya adu domba. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan namimah adalah memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan. Namimah dilarang karena akan merusak hubungan persaudaraan. Kalau terjadi putusnya hubungan persaudaraan, maka akan menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif, baik yang langsung maupun tidak langsung terhadap sesama manusia lainnya. (Ridwan Asy-syirbaani: Membentuk Pribadi Lebih Islam)

6.Tamak

Tamak menurut bahasa artinya berlebih-lebihan. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan thama’ adalah suatu sikap untuk memiliki hal-hal yang bersifat duniawi secara berlebih-lebihan.

Hidup di dunia ini hanya sementera, tidak ada yang abadi, artinya semua yang ada di dunia ini pasti akan musnah, termasuk harta yang kita miliki. Akhirat adalah tempat kehidupan yang abadi, artinya tidak ada lagi kehidupan setelah akhirat. Maka dari itu janganlah kita terlalu berlebih-lebihan dalam mencari harta atau terlalu mementingkan kehidupan duniawi, tetapi kita harus memperbanyak bekal untuk menuju kehidupan di akhirat dengan cera beribadah dan beramal shaleh. Untuk itu setiap manusia harus mampu bersikap sederhana dalam hal-hal yang bersifat duniawi agar tidak terjebak kedalam kebinasaan dan kerugian di akhirat kelak.

7. Mubadzir
Yang dimaksud mubadzir disini adalah sikap mempergunakan sesuatu secara berlebih-lebihan dengan tidak mempertimbangkan kadar kecukupan sehingga menimbulkan kesia-siaan.

Di dalam islam sikap mubadzir dilarang karena mengandung unsur sia-sia terhadap suatu nikmat yang diberikan Allah SWT. Semua nikmat yang telah diberikan Allah SWT kelak akan dimintai pertanggung jawabannya. Maka untuk itu segala kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada kita, harus di syukuri dan dipergunakan secara efektif dan efisien.

8. Su’udzhon
Su’udzhon artinya berburuk sangka. Sikap buruk sangka ini sangat di larang dalam islam dan harus di jauhi, karna akan merusak hati dan kepribadian seorang muslim dalam kehidupan bermasyarakat.

9.Bakhil
Secara bahasa bakhil diartikan kikir. Sedangkan menurut istilah bakhil adalah suatu sikap mental yang enggan mengeluarkan harta atau lainnya kepada orang lain yang membutuhkannya, sementara dirinya berkecukupan atau berlebihan. Orang yang bersikap bakhil berarti ia egois, hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak memiliki kepedulian dan rasa kasih sayang terhadap orang lain. (Ridwan Asy-syirbaani: Membentuk Pribadi Lebih Islam).



Rabu, 07 September 2016

AURAT SEORANG MUSLIMAH

Islam menganjurkan bahwa Kita sebagai muslimah terutama perempuan wajib menutup auratnya, agar kita terjauh dari hal hal yang tiak di inginkan. wanita sangat rawan dalam mendapati hal hal kejahatan.sungguh prihatin kita melihat wanita jaman sekarang yang keluar hanya mengenakan rok mini, baju pendek, tanpa mengenakan jilbab. islam memerintahkan kaum hawa untuk mengenakan jilbab agar kita terhindar dari kejahatan terutama pemerkosaan. berikut ini saya akan menjelaskan pengertian aurat

                                                          PENGERTIAN AURAT

Aurat di ambil dari perkataan Arab 'AURAH' yang berarti keaiban. Dalam istilah feqah, aurat di artikan sebagai bagian tubuh seseoarang yang wajib di tutupi dan di lindungi dari pandangan mata. di dalam islam terdapat beberapa keadaan di mana masyarakat islam di benarkan membuka aurat dan itu hanya pada orang orang tertentu saja. didalam risalah ini akan  di terangkan beberapa perkara yang bersangkutan dengan aurat untuk di jadikan renungan dan tatapan bersama

                                                     PERINTAH MENUTUP AURAT

berikut ayat yang di jelaskan oleh allah swt kepada nabi muhammad saw, anak serta istri istrinya  dalam surat al azhab ayat 59

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
artinya ;
wahai nabi katakanlah kepada istri istrimu, anak anakmu serta istri istri orang mukmin " hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka!" yang demikian itu supaya mereka mudah di kenal,karena itu mereka tidak di ganggu. dan allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang (al-azhab/33;59)

                                                                    BATASAN AURAT

1.AURAT LAKI LAKI
*aurat laki laki sewaktu solat iyalah bagian tubuh antara pusar dan lutut
*aurat laki laki pada perempuan yang ajnabiyah yakni yang bukan mahramnya iyalah sekalian badannya.
*aurat laki laki sewaktu khalwah iyalah ketika bersunyi-sunyi seorang diri iyalah kedua kemaluannya.
rasulullah saw bersabda

نِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

((لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ)) [صحيح مسلم]

maksudnya ; seorang laki laki tidak boleh melihat aurat laki laki lain, demikian juga dengan wanita tidak boleh melihat aurat wanita lain. tidak boleh dua laki laki berada (tidur) dalam satu selimut dmikian juga dengan wanita di larang berbuat yang demikian. (H.R MUSLIM)


2.AURAT PEREMPUAN
*aurat wanita sahaya iyalah bagian antar ousar dan lutut
*aurat wanita merdeka di dalam solat iyalah bagian yang lain dari wajah dan dua telapak tangannya yang di lahir dan batin hingga pergelangan tangannya,
*aurat wanita merdeka ketika di luar sholat iyalah ketika di hadapan laki laki ajnabi atau yang bukan mahramnya iyalah seluruh tubuhnya.